"Ayah, adek juara 1 lagi. Belikan handphone yang ada kameranya, ya?" kataku dengan wajah memelas.
"Iya, nanti kalau sudah ada uangnya."
Itu adalah jawaban Ayah ketika anak-anaknya meminta sesuatu. Tidak pernah langsung diiyakan ataupun ditolak.
Namanya Venus. Dia adalah anak kembar yang merangkap sebagai anak bungsu. Selain memiliki seorang kembaran; Mars, Venus juga memiliki seorang kakak perempuan; Kejora. Hidupnya sederhana. Ayahnya berkerja serabutan—apa saja asalkan halal, sedangkan bundanya hanya seorang ibu rumah tangga.
Meski begitu, Venus dan kedua saudaranya tidak pernah kekurangan. Terutama soal makanan dan pendidikan. "Ayah akan mengusahakan yang terbaik untuk kalian." Begitulah kalimat yang sering dikatakan bundanya.
Namun, untuk sebuah handphone berkamera, tentu itu adalah barang yang termasuk sangat mahal bagi keluarganya; ayahnya. Venus yang mengerti dengan kondisi, tidak merongrong sang ayah. Dia menunggu dengan sabar.
Perempuan dengan ciri khas senyum manisnya itu, bukan tanpa memiliki alasan ingin mendapatkan hadiah sebuah handphone. Ini adalah bagi rapor semester 5 di sekolahnya. Semester depan, dia akan lulus dari jenjang tsanawiah dan akan pergi berlibur merayakan perpisahan.
Venus ingin mengabadikan semua momen-momen tersebut. Kelak akan dijadikannya sebuah cerita indah di hadapan orang-orang, termasuk anak-anaknya.
Waktu berlalu, tetapi handphone baru tak kunjung diterimanya. Venus menghela napas. Besok adalah hari perpisahannya. Dengan segenap hati, dia menyakinkan diri, "Enggak apalah, ya. Nikmati aja pakai mata. Selama ini juga begitu," kata Venus di dalam hati.
Hari perpisahan tiba, Venus dan kembarannya yang juga satu sekolah pergi bersama teman-teman lain beserta guru-guru pembimbing. Sebuah ide muncul di kepala Venus saat bus baru melaju sekitar 20 menit.
"Tak ada handphone atau kamera, aku masih bisa merekam jejak-jejak perjalanan ini dengan cara lain," katanya bergumam sendiri.
Tibalah bus-bus tersebut di tempat yang telah ditentukan sekolah. Ini adalah pertama kalinya Venus jalan-jalan jauh. Biasanya dia hanya pergi di dalam kota bersama keluarganya.
Mengeluarkan sebuah buku agenda adalah hal yang pertama kali dilakukan Venus saat tuun dari bus. Dia mulai menuliskan nama tempat tersebut. Diukir dengan sedikit seni tipografi.
"Pantai Pandan, Sibolga | 25 Mei 2025."
Dibasahinya ujung jari dengan air pantai, lalu diusap-usapnya ke lembar pertama buku tersebut. Venus juga memberikan sedikit aksen bulir-bulir pasir. Lalu dia tutup buku tersebut dan bergabung kembali bersama teman-temannya.
Acara berlangsung dengan lancar. Semua orang bersenang-senang. Venus sesekali tetap mencuri waktu untuk mengisi buku agendanya yang berubah menjadi sebuah jurnal perjalanan.
Tak hanya air dan pasir pantai, Venus juga menyimpan sehelai daun muda nyiur, satu kelopak buah pinus, satu cangkang kerang kecil, hingga jejak basah bentuk bintang laut yang tak sengaja ditemukannya—tetapi kemudian dikembalikannya. Agar bentuknya tetap menyerupai bintang, Venus memberi garis pinggir di jejak tersebut.
Perpisahan selesai, Venus dan rombonganya kembali ke kota asal. Dengan berbekal sebuah buku jurnal, Venus tersenyum sepanjang perjalanan pulang hingga ke rumah. Tak lagi dipikirkannya tentang handphone berkamera itu.
Ya, begitulah Venus saat berlibur tanpa ponsel canggih. Menikmati semua sajian alam dengan indra-indra pemberian Sang Pencipta. Lalu mengabadikannya dalam sebuah karya yang lebih nyata.
"Bukankah lensa terbaik dan termahal adalah mata dari Tuhan?" —Venus

0 Komentar