Ketemu Doi di Kebun


Hai, halo, hai!

Sebelumnya, kita kenalan dulu, ya. Namaku Rizki Audina, anak ketiga dari tiga bersaudara. Selain sering dibilang galak, aku juga sering dibilang manis, apalagi kalau senyum. Oke, sekian perkenalannya. Wkwk.

Ini adalah tulisan pertamaku di blog yang aku tulis dengan sukarela. Jadi, kalau enggak bagus, mohon maaf, ya. Sebelumnya udah pernah, sih, tetapi hanya untuk dapat cuan—walaupun gagal. Terkadang, hidup harus realistis, 'kan? Canda realistis.

Bicara pengalaman Ramadan, ada satu pengalaman yang sulit kulupakan. Singkatnya, aku dan beberapa teman sejurusan mendapat sebuah proyek penelitian di daerah Batu Bara selama sepuluh hari. Dimulai dari puasa pertama. Dan, ya, itu adalah Ramadan pertamaku yang kujalani jauh dari keluarga. Hehehe.

Awalnya, penelitian berjalan seperti biasa. Namun, ketika terjun ke lapangan di hari ke sekian—lupa pastinya hari ke berapa, cobaan pun menghampiri. Aku dan partnerku tidak tahu lokasi pasti sekolah yang akan kami datangi, padahal sudah dibekali alamat yang bisa dicari via maps.

Setelah mencari dan bertanya ke sana sini, akhirnya kami menemukan lokasinya. Sekolah itu terletak jauh di dalam perkebunan. Akses jalan menuju ke sana, ya, bisa dibilang jelek. Terlebih lagi, malamnya baru turun hujan. Maka makin sulitlah aksesnya. Kalian pasti bisa membayangkan bagaimana jalanan perkebunan dengan tanah liat dan bebatuan sehabis diguyur hujan.

"Udah becek, enggak ada ojek, uang tinggal gopek, capek deh."

Saat itu, kami diutus hanya berdua untuk tiap sekolah. Dan kebetulan, pasangannya laki-laki. Bayangkan aja, di daerah yang kita enggak tahu, dibawa masuk ke kebun-kebun sama laki-laki, apa enggak suuzon aja ini pikiran?

Jadi, sepanjang jalan aku terus bicara sambil menggoyang-goyang sepeda motornya. "Bang, benar ini jalannya? Awas aja kalau abang culik aku!"

Abang itu pun tertawa. "Apanya kau, udah, berdoa aja kau, semoga jalannya benar. Aku pun enggak tahu daerah sini. Jangan lasak kali kau, jatuh nanti kita."

Belum lagi kujawab, benaran mau jatuh kami. Karena tiba-tiba ada babi hutan lewat. Besar, hitam, ewh bangetlah. Aku pun ketakutan. "Ih, bang, awas ada babi. Cepatlah bang jalannya, nanti dikejarnya kita."

Akhirnya, kami berhasil lolos dari itu hewan. Dengan napas yang terengah-engah, kami sampai di sekolah. Setelah hampir nyasar, karena di akhir ada persimpangan dan sinyal udah susah, jadi enggak bisa buka maps lagi.

Sekolah itu adalah sekolah terjelek yang kami datangi. Ruang kelasnya sedikit, ruang perpustakaannya digabung dengan ruang kepala sekolah dan guru. Bahkan untuk plang nama sekolah saja tidak ada.

Penelitian pun selesai. Kami harus pulang ke mess, tetapi hari sedang panas-panasnya, lagi puasa pula. Rasanya malas sekali untuk melewati jalan jelek itu. Namun, mau tidak mau, ya, harus dliewati.

Dan sesampainya kami di jalan raya, abang itu buka puasa, gais. Untung aja aku masih bisa tahan, walaupun begitu sampai aku langsung tidur.

Sekian ceritaku bertemu dengan doi alias babi hutan, eh, maksudnya ceritaku penelitian ketika Ramadan. Semoga kalian enggak enek bacanya, ya.

Semangat puasa!

#blog1
#pengalaman

Posting Komentar

7 Komentar

  1. Kenapa kebunnya mirip dekat rumah saya? Wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banyak kebun yang mirip emang, Mbak. 😂

      Hapus
  2. Itukannnnn pohon arah mo ke labura wkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan Labura aja yang punya kebun. 😌

      Hapus
  3. Pengalaman yamg luar biasa😂

    BalasHapus