Dunia sastra memiliki banyak cabang, salah satunya ialah sastra puisi. Cabang ini memiliki kekayaan estetika dan kedalaman makna.
Secara umum, puisi adalah karya sastra yang ditulis dalam bentuk bait-bait dengan pengaturan irama, rima, serta bahasa kiasan. Hal itu dilakukan agar fungsi puisi sebagai penyampai perasaan, pemikiran, atau pengalaman hidup penulis, dapat terjalankan.
Pembaca sering kali harus menafsirkan secara mendalam makna dari puisi yang ditulis oleh seorang penulis. Apa dan bagaimana emosi yang disalurkan penulis di dalam puisinya.
Ciri-Ciri Puisi
Sejak sekolah, kita telah mempelajari bahasa Indonesia, khususnya puisi. Mari kita ingat kembali ciri khas dari puisi yang membedakannya dengan karya sastra lain, seperti prosa atau drama.
1. Pemilihan Kata (Diksi)
Puisi kerap memakai diksi yang bersifat puitis dan metaforis agar memberikan efek emosional yang kuat dan menggugah kepada pembaca.
2. Berima dan Berirama
Biasanya, irama dalam puisi diciptakan melalui pola suku kata dan nada dalam kalimat. Kemudian, rima adalah kesamaan bunyi pada akhir kata di setiap baris.
Kombinasi keduanya membuat puisi enak didengar ketika dibacakan, sekaligus menciptakan struktur yang menyenangkan bagi pembaca. Meskipun, tidak semua puisi mengandung kedua hal tersebut.
3. Kiasan dan atau Majas
Ini merupakan elemen penting dalam puisi. Dengannya, penyair dapat menggambarkan sesuatu secara tidak langsung. Menggunakan simbol-simbol atau metafora yang memungkinkan makna-makna berlapis; taksa. Pembaca jadi memili ruang untuk menafsirkan puisi sesuai dengan sudut pandang dan pengalamannya masing-masing.
Sastra puisi adalah bentuk seni yang kaya akan makna dan estetika. Melalui bahasanya yang indah, puisi memungkinkan penyair untuk menggambarkan emosi dan pengalaman dengan cara yang mendalam dan simbolis.
Ada banyak jenis dan gaya penulisan puisi, sehingga tercipta ruang bagi para penulis dan pembaca untuk terhubung pada tingkat yang lebih emosional dan reflektif. Dewasa ini, puisi terus menjadi salah satu bentuk seni yang dihargai di seluruh dunia. Tidak hanya sebagai sarana ekspresi pribadi, puisi juga sering dijadikan sebagai wadah untuk menyampaikan pesan sosial dan budaya.
Ini salah satu puisiku. Selamat membaca, ya, semoga suka!
Aku dan Agustus
Dua puluh lima tahun silam,
Tuhan menitipkan aku dan aku
pada rahim seorang perempuan.
Kemudian, dilahirkan pada Agustus
ketika tengah malam.
Dua puluh lima tahun silam,
tangis melukis lengkung sabit
di wajah orang-orang.
Kemudian, tercipta
senandung tawa bahagia.
Dua puluh lima tahun setelahnya,
Tuhan menitipkan beban kehidupan
pada pundak keduanya.
Dua puluh lima tahun setelahnya,
Tuhan mengambil lengkung sabit
juga tawa bahagianya.
Dua puluh lima tahun setelahnya,
aku dan aku tidak memiliki apa juga sesiapa.
#catatanina, Agustus 2024
1 Komentar
Jadi kesimpulannya, saat ini Iki sudah menjadi orang dewasa pada umumnya yang banyak beban dan sudah semakin sulit tersenyum yaa, hehee
BalasHapusI feel you, kok, dek :D
Pinter kali laa bikin puisi. Mau la diajarin...