Suka Tidak Suka, Inilah Jalan Hidupku

Hal-hal yang tidak disukai, jelas jumlahnya akan sama banyak dengan hal-hal yang disukai. Bahkan, bisa jadi lebih banyak. Benar begitu, 'kan? Ya, setidaknya, itu menurutku. Oleh karena itu, kali ini aku hanya akan berbagai 2 hal yang–paling–tidak kusukai.

Hai, aku Rizki Audina. Mungkin ini akan menjadi tulisan yang paling personal di antara tulisan blogku lainnya. Jadi, selamat membaca, ya.

1. Amarah Ayah

Ayah, aku, dan mamak berfoto di momen wisudaku.

Sejak dulu, amarah ayah menjadi teman tumbuh kami (aku dan kedua saudara perempuanku). Awalnya, aku menerima saja apa pun alasan dan bagaimana pun bentuk amarah itu.

Beranjak dewasa, aku mulai memiliki pandangan sendiri. Ilmu dari guru dan informasi yang lalu lalang di internet, membuatku berpikir bahwa ada yang salah dengan pola asuh orang tuaku.

Menurutku, tak seharusnya ayah begitu. Meski sebagian kemarahannya dilandasi oleh kesalahan yang jelas. Aku pun mulai berani mengeluarkan argumen. Sekali dua kali aku coba mengatakannya secara tersirat. Namun, ayah belum tersadar.

Kemudian, beberapa kali aku mengatakannya secara jelas dan membuatku terkesan melawan. Ayah bahkan pernah bilang, "Oh, berani melawan kau sekarang? Udah merasa besar?"

Itulah untuk pertama dan terakhir kalinya aku menentang ayah, hingga membandingkannya dengan ayah teman-temanku. Apakah aku berhasil menyadarkan ayah? Tidak, ayah belum juga tersadar.

Justru akulah yang tersadar, apa pun caranya, ayah tak akan berubah. Kecuali ayah yang ingin mengubah dirinya sendiri. Maka aku pun tak lagi berusaha mengubahnya, aku hanya mendoakan semoga kelak ayah bisa mengerti apa yang aku (anak-anaknya) rasakan.

Kini, aku hanya berusaha mengendalikan diriku. Ya, aku berusaha mengendalikan diriku untuk tidak lagi marah terhadap amarah ayah. Berusaha membuat diriku menerima bahwa mungkin amarah ayah adalah salah satu ujian kehidupan yang diberikan Allah untuk keluargaku. 

Toh, aku yakin, bukan hanya aku yang merasa sakit atas amarah ayah. Mamak dan kedua saudaraku pasti juga. Hanya saja, mereka lebih bijak dalam menyikapinya. 

Oh, iya, meskipun begitu, aku tetap sayang kepada ayahku. Aku hanya tidak suka dengan sikapnya yang satu itu. Bagiku, ayah tetaplah orang yang paling berjasa di dalam hidupku selain mamak. Apalah aku tanpa mereka.

"Ayah, terima kasih dan maaf, ya. Adek menyayangi ayah."

2. Diriku Sendiri

Ini aku, Rizki Audina.

Ya, hal kedua yang paling tidak kusukai adalah diriku sendiri. Setidaknya itu berlangsung sejak aku duduk di tsanawiyah hingga tahun ketiga perkuliahan.

Jika ditanya mengapa? Aku akan menjawab, karena banyak alasan. Aku juga bingung untuk mengutarakannya atau lebih tepatnya aku takut(?)

Suatu hari aku pernah membuat sebuah puisi. Tulisan itu sempat mengendap lama di draft, sebelum akhirnya kuunggah juga di Instagram dengan alasan ikutan #30hariberbagi.

Menjadi Aku

Tidak ada yang ingin menjadi aku,

gadis kecil lusuh yang tak punya apa-apa

; tidak kebaikan, kecerdasan, apalagi kecantikan

Tidak ada yang ingin menjadi aku,

termasuk diriku

Tulisan itu kubuat ketika aku sangat membenci diriku. Aku bahkan berpikir, "Bisakah aku dilahirkan kembali menjadi manusia yang lain?"

Saat itu, ada seorang teman yang menyadari makna tersirat di balik tulisan itu. Dia bertanya, apakah itu sekadar puisi atau curhatan untuk merendahkan diri?

Komentar temanku untuk puisi di atas.

Tentu aku menjawabnya bahwa itu sekadar puisi. Namun, aku–dan kalian–tahu bahwa itu adalah sebuah kebohongan. 

Hingga akhirnya, aku diberi Allah jalan menuju kesadaran untuk lebih mencintai diri sendiri. Sebuah penyakit yang sebelumnya tak pernah kudengar. 

Bersama penyakit itulah aku berjuang untuk diriku dan keluargaku yang sama-sama mengusahakan kesembuhanku. Bersama penyakit itulah aku belajar menerima diri sendiri.

Meski proses itu belum selesai sampai sekarang. Tak apa, aku akan tetap berusaha.

"Hai, aku. Maaf untuk semua sakit yang kau derita. Kita berjuang bersama, ya."

Posting Komentar

3 Komentar

  1. kita selalu melihat diri kita rendah saat kita mulai menyadari ada banyak orang yang 'lebih' di sekitar kita. padahal ketika kita sadar akan hal itu, itu sudah membuat lebih dibanding mereka yang masih berputar dalam tempurungnya sendiri.

    BalasHapus
  2. Kamu adalah kamu yang tetap memilki value tersendiri dek kuh. Semangat selalu dan menjadi dirimu sendiri ya.

    BalasHapus
  3. Terkadang kita perlu kenal diri sendiri dari orang lain, bisa jadi kita belum kenal diri sebaik orang lain yang mengenal diri kita sendiri. Dan itu berhasil untuk sebagian orang, termasuk aku.

    BalasHapus